Bandung - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI)
bersama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sukses
menyapa langit Bandung. Rancang bangun pesawat N219 sepenuhnya
dikerjakan oleh anak bangsa. Apa saja keunggulannya?
Menurut Chief Enginnering pesawat N219, Palmana Bhanandi, pesawat ini memiliki spesifikasi paling tinggi di kelasnya. Beberapa teknologi canggih yang tersemat di pesawat N219. Sehingga, sangat cocok menjelajah wilayah perintis di Indonesia.
Purwarupa pesawat pertama N219 ditenagai sepasang engine Pratt and Whitney PT6A-52 dengan kemampuan 850 shp dan daya jelajahnya 1580 NM dengan kecepatan maksimum 213 knot. Pesawat N219 memiliki kapasitas penumpang 19 orang dengan dua mesin turboprop.
"Pesawan ini memang sengaja dirancang untuk menjelajah wilayah perintis. Bisa menjadi transportasi udara antar pulau," kata Palmana di PTDI, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (16/8/2017).
Pesawat N219 didesain sesuai dengan kebutuhan masyarakat terutama wilayah perintis. Sehingga, sambung dia, memiliki kemampuan short take off atau landing dan mudah dioperasikan di daerah terpencil. Selain itu, bisa self starting tanpa bantuan ground support unit.
Ia menuturkan pesawat N219 menggunakan teknologi yang sudah banyak ditemui di pasaran atau menggunakan, common technology sehingga harga pesawat bisa lebih murah dengan biaya operasi dan pemeliharaan yang rendah.
Tidak hanya itu, pesawat ini juga menggunakan teknologi avionik canggih yakni Garmin G-1000 dengan Flight Management System. Di dalamnya terdapat Global Positioning System (GPS), sistem Autopilot dan Terrain Awareness and Warning System.
"Tentunya pesawat ini memiliki kabin terluas di kelasnya dan serbaguna untuk berbagai macam kebutuhan seperti pengangkut barang, evakuasi medis, penumpang bahkan pengangkut pasukan," tutur dia.
Menurutnya, N219 memiliki kecepatan maksimum mencapai 210 knot, dan kecepatan terendah mencapai 59 knot. Artinya kecepatan cukup rendah namun pesawat masih bisa terkontrol, ini penting terutama saat memasuki wilayah yang bertebing-tebing.
Pesawat N219 dilngkapi Terrain Awareness and Warning System atau alat yang bisa mendeteksi mendan di depan. Kemudian sistem pesawat akan memberikan tanda, visualisasi secara 3 Dimensi (3D). Sehingga, pilot bisa melihat langsung kondisi perbukitan yang akan dilaluinya.
"Dengan kondisi medan seperti tebing dan pegunungan membutuhkan pesawat dengan kemampuan manuver dan kecepatan rendah. Pesawat N219 memiliki itu," ungkap dia.
Pesawat angkut terpasang nose landing gear dan main landing gear tetap atau tidak dapat dimasukan ke dalam pesawat saat terbang sehingga akan memudahkan pesawat melakukan pendaratan di landasan yang tidak beraspal bahkan berbatu.
"Tak lupa pesawat ini juga dilengkapi Multihop Capability Fuel Tank, teknologi yang memungkinkan pesawat tidak perlu mengisi ulang bahan bakar untuk melanjutkan penerbangan ke rute berikutnya," kata Palmana.
Perbedaan dengan pesawat N250?
Palmana menuturkan pesawat N219 memiliki spesifiksi yang jauh berbeda dari N250 besutan BJ Habibie kala itu. Menurutnya saat itu tahun 1995, pesawat N250 menyemat teknologi terbaru dan canggih. Berbeda dengan N219 yang dirancang sederhana.
"N219 dirancang sangat simpel, kita tidak banyak menggunakan elektronik untuk alat kontrolnya. Elektronik kita pakai di avionik, elektrical, hydrolic, jadi ini jauh lebih sederhana dibandingkan N250," ungkap dia.
Menurutnya perbedaan ini terjadi lantaran pesawat N219 dirancang untuk transportasi di wilayah perintis. Sehingga, sambung dia, dikhawatirkan apabila dilengkapi teknologi yang terlalu canggih, perawatannya akan menelan biaya besar.
"Karena idenya untuk wilayah perintis, peralatan atau fasilitas di wilayah perintis sangat terbatas. Kalau kemudian pesawat ini dilengkapi alat secanggih itu, boleh jadi jadi perawatannya tidak bisa dilakukan oleh teman-teman kita di operator wilayah perintis," kata dia.
"Itu disesuaikan dengan kebutuhan dan misi, karena misinya adalah simpel dan maintenance cost-nya rendah sehingga kita tidak ingin memasang sistem-sistem yang kompleks di situ," pungkas Palmana.
Menurut Chief Enginnering pesawat N219, Palmana Bhanandi, pesawat ini memiliki spesifikasi paling tinggi di kelasnya. Beberapa teknologi canggih yang tersemat di pesawat N219. Sehingga, sangat cocok menjelajah wilayah perintis di Indonesia.
Purwarupa pesawat pertama N219 ditenagai sepasang engine Pratt and Whitney PT6A-52 dengan kemampuan 850 shp dan daya jelajahnya 1580 NM dengan kecepatan maksimum 213 knot. Pesawat N219 memiliki kapasitas penumpang 19 orang dengan dua mesin turboprop.
"Pesawan ini memang sengaja dirancang untuk menjelajah wilayah perintis. Bisa menjadi transportasi udara antar pulau," kata Palmana di PTDI, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (16/8/2017).
Pesawat N219 didesain sesuai dengan kebutuhan masyarakat terutama wilayah perintis. Sehingga, sambung dia, memiliki kemampuan short take off atau landing dan mudah dioperasikan di daerah terpencil. Selain itu, bisa self starting tanpa bantuan ground support unit.
Ia menuturkan pesawat N219 menggunakan teknologi yang sudah banyak ditemui di pasaran atau menggunakan, common technology sehingga harga pesawat bisa lebih murah dengan biaya operasi dan pemeliharaan yang rendah.
Tidak hanya itu, pesawat ini juga menggunakan teknologi avionik canggih yakni Garmin G-1000 dengan Flight Management System. Di dalamnya terdapat Global Positioning System (GPS), sistem Autopilot dan Terrain Awareness and Warning System.
"Tentunya pesawat ini memiliki kabin terluas di kelasnya dan serbaguna untuk berbagai macam kebutuhan seperti pengangkut barang, evakuasi medis, penumpang bahkan pengangkut pasukan," tutur dia.
Menurutnya, N219 memiliki kecepatan maksimum mencapai 210 knot, dan kecepatan terendah mencapai 59 knot. Artinya kecepatan cukup rendah namun pesawat masih bisa terkontrol, ini penting terutama saat memasuki wilayah yang bertebing-tebing.
Pesawat N219 dilngkapi Terrain Awareness and Warning System atau alat yang bisa mendeteksi mendan di depan. Kemudian sistem pesawat akan memberikan tanda, visualisasi secara 3 Dimensi (3D). Sehingga, pilot bisa melihat langsung kondisi perbukitan yang akan dilaluinya.
"Dengan kondisi medan seperti tebing dan pegunungan membutuhkan pesawat dengan kemampuan manuver dan kecepatan rendah. Pesawat N219 memiliki itu," ungkap dia.
Pesawat angkut terpasang nose landing gear dan main landing gear tetap atau tidak dapat dimasukan ke dalam pesawat saat terbang sehingga akan memudahkan pesawat melakukan pendaratan di landasan yang tidak beraspal bahkan berbatu.
"Tak lupa pesawat ini juga dilengkapi Multihop Capability Fuel Tank, teknologi yang memungkinkan pesawat tidak perlu mengisi ulang bahan bakar untuk melanjutkan penerbangan ke rute berikutnya," kata Palmana.
Perbedaan dengan pesawat N250?
Palmana menuturkan pesawat N219 memiliki spesifiksi yang jauh berbeda dari N250 besutan BJ Habibie kala itu. Menurutnya saat itu tahun 1995, pesawat N250 menyemat teknologi terbaru dan canggih. Berbeda dengan N219 yang dirancang sederhana.
"N219 dirancang sangat simpel, kita tidak banyak menggunakan elektronik untuk alat kontrolnya. Elektronik kita pakai di avionik, elektrical, hydrolic, jadi ini jauh lebih sederhana dibandingkan N250," ungkap dia.
Menurutnya perbedaan ini terjadi lantaran pesawat N219 dirancang untuk transportasi di wilayah perintis. Sehingga, sambung dia, dikhawatirkan apabila dilengkapi teknologi yang terlalu canggih, perawatannya akan menelan biaya besar.
"Karena idenya untuk wilayah perintis, peralatan atau fasilitas di wilayah perintis sangat terbatas. Kalau kemudian pesawat ini dilengkapi alat secanggih itu, boleh jadi jadi perawatannya tidak bisa dilakukan oleh teman-teman kita di operator wilayah perintis," kata dia.
"Itu disesuaikan dengan kebutuhan dan misi, karena misinya adalah simpel dan maintenance cost-nya rendah sehingga kita tidak ingin memasang sistem-sistem yang kompleks di situ," pungkas Palmana.
N250 BUATAN HABIBIE MASIH LEBIH CANGGIH DARI N19
Reviewed by Masyon
on
18.42
Rating:
Tidak ada komentar: